Oktober 16, 2011

Potret Peternakan Kita (www.sentralternak.com)

www.sentralternak.com, Ada anekdot yang berkembang, mengapa usaha penggemukan sapi di Indonesia hasilnya kurang sesuai harapan dan tidak seperti industri penggemukan sapi di negara-negara penghasil daging seperti Australia atau lainnya? Salah satu jawaban singkat yang beredar pula adalah karena pakan sapi bersaing dengan makanan manusia. Bagaimana tidak, kita ambil contoh tempe menjos (tempe bongkrek, menjes, atau apalah nama lainnya) yang dulunya hanya dipakai sebagai bahan pakan sapi sekarang malah menjadi salah satu makanan pelengkap gorengan yang banyak dijual dipinggir jalan. Kreasi masakan dari tempe menjos pun sangat bervariasi mulai dari yang hanya sekedar di beri tepung saja sampai yang berkuah santan. Mengapa memilih menjos? Alasan klasik adalah karena harga tempe menjos sangat murah dan kalau diolah dan dijual keuntungannya berlipat-lipat.

Awal penemuan tempe menjos sebagai bahan makanan yang bisa dikonsumsi oleh manusia tidak diketahui dengan pasti, akan tetapi sekarang kita bisa menyaksikan sendiri tempe menjos adalah salah satu pelengkap jajanan gorengan yang banyak dijual. Taktik yang digunakan oleh penjual gorengan bisa diacungi jempol alias jitu yaitu dengan menggoreng tempe menjos duluan sebelum menggoreng yang lainnya seperti pisang goreng, weci, tempe goreng, tahu isi, jemblem, tape goreng, sukun goreng, lento, telo goreng, singkong goreng,  dan yang lainnya. Mengapa? Karena kalau digoreng lebih awal maka kemungkinan laku juga lebih tinggi dan keuntungan yang diperoleh juga lebih banyak. Dengan modal  Rp 2.000 (untuk membeli menjos dan membuat adonan) penjual sudah bisa membuat 10-12 potong menjos dengan harga per potong Rp 500,-. Kami yakin anda bisa menghitung sendiri keuntungan yang bisa diperoleh si penjual.
Hanya mengambil contoh satu kasus saja, kita rasanya sudah mengetahui bagaimana potret peternakan kita dibandingkan dengan negara-negara lain. Kami mengetengahkan masalah ini agar kita melek mata dan berusaha untuk berbenah diri. Anda tentunya masih ingat artikel yang pernah kami turunkan dengan judul “flying system” yang mana itu adalah sebagian potret kecil peternakan kita. Nah, berikut akan kami sampaikan sedikit potret peternakan kita sepanjang pengetahuan kami dan bagi siapa saja yang ingin menambah isi artikel ini bisa diberikan pada komentar.
Sifat malas, usaha sedikit dengan hasil melimpah alias maksimal adalah sudah mendarah daging di masyarakat kita. Kita bisa melihat pada kinerja para pekerja kita di kandang, mengapa mereka kerja secara asal-asalan dan semaunya sendiri. Kalau ada yang punya usaha (bos) seolah-olah rajinnya nggak terukur akan tetapi kalau tidak ada pemilik usaha tidur mendengkur di pojok kandang. Akan tetapi semua itu bukan semata-mata kesalahan anak kandang 100%, pemilik usaha juga mesti introspeksi mengapa hal tersebut terjadi. Pemilik usaha jangan pernah menganggap para pekerja adalah budak atau buruh tapi anggaplah mereka sebagai mitra kerja kita dengan memperhatikan kesejahteraan mereka juga. Kalau kita telah melakukan itu akan tetapi pekerja memang tipe pemalas maka tidak ada kata lain kecuali merumahkan mereka alias memecatnya. Sebuah renungan “bagaimana kalau ketika hari raya pekerja anda tidak mau bekerja”, kalau ternak ayam yang kita punya hanya berjumlah 100-1000 mungkin tidak masalah, kalau ternak kita berjumlah puluhan ribu tentu akan menjadi satu masalah besar.
Nepotisme, kami yakin semua orang sudah paham apa arti dan hakekat nepotisme.  Nepotisme boleh-boleh saja akan tetapi kalau yang kita rekrut sebagai pegawai atau pengelola peternakan kita adalah orang yang pemalas, daya kreatifitas rendah dan punya sifat ABS (asal babe senang) maka kuranglah bijak. Mendahulukan kerabat dalam hal pembagian rezeki memang ditekankan oleh ajaran agama, akan tetapi kalau hal itu nantinya akan menjadi salah satu sebab yang membuat usaha kita tidak berkembang bahkan bangkrut maka perlu dipikirkan ulang. Kalau yang kita rekrut dari kerabat dekat akan tetapi mempunyai potensi untuk dididik dan tipe pekerja keras maka itu tidaklah masalah.
Manajemen usaha, kalau kita mau mengelola sesutu tentu yang kita pikirkan adalah bagaimana mengatur usaha agar bisa seefisien mungkin.  Suatu usaha tanpa manajemen yang bagus hanya tinggal menunggu waktu bangkrutnya saja. Manajemen usaha memegang peranan penting dan kurang lebih 50% keberhasilan suatu usaha ditentukan oleh factor bagaimana kita memanagemen usahakita. Kebanyakan dari kita masih memegang prinsip “yang penting jalan dulua” masalah managemen usaha urusan belakangan. Apa yang terjadi kemudian? Usaha tersebut berjalan berjalan apa adanya tanpa proses perencanaan, pelaksanaan rencana, control usaha dan evaluasi usaha. Kita belum atau tidak sadar bahwa banyak usaha yang bangkrut dikarenakan salah dalam menerapkan manajemen atau manajemen usaha yang semrawut dan berlangsung cukup lama.
Manajemen usaha bidang peternakan meliputi masalah pakan yang sebenarnya adalah sebuah masalah klasik dan dari dulu keluhan peternak adalah masalah pakan yang harganya terus melambung. Apakah masalah pakan tidak bisa disiasati dengan mencampur atau meramu sendiri? Kandang ternak tentu anda bisa lihat sendiri bagaimana peternak menyediakan kandang untuk ternaknya. Kalau ada ayam yang tidur di pohon, atau sapi yang tidur di dekat kebun-kebun itulah peternak kita. Bibit ternak, budaya mendapatkan bibit ternak dengan harga murah masih melekat di masyarkat kita. Tidak pernah mikir bagaimana tingkat pertumbuhan ternak tersebut, atau tingkat produktivitas ternak tersebut, yang dikedepankanhanya murah. Pengendalian penyakit, pernah melihat orang di kampung-kampung melakukan vaksinasi untuk ternaknya? Mungkin kita akan sepakat belum pernah melihatnya atau seikit sekali yang melakukan.
Jalur pemasaran, semakin pendek jalur pemasaran maka keuntungan kita akan semakin besar.  Memangkas jalur pemasaran akan menguntungkan semua pihak. Konsumen akan mampu menikmati produk kita dengan harga yang murah dan kita sudah mendapatkan keuntungan yang cukup. Mengapa produk peternakan kita masih mahal? Mengapa produk peternakan negara lain yang ada di negara kita harganya bisa lebih murah dari produk lokal? Salah satu jawabnya adalah panjangnya jalur pemasaran di pasar kita dan masih besarnya biaya produksi.
Penerapan ilmu dan teknologi, peternak di luar negeri rata-rata termasuk masyarakat yang gampang menerima dan mengadopsi ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Mereka sadar teknologi akan membawa perubahan baru meskipun tidak secara langsung. Mereka sadar laju pertumbuhan dan perkembangan ternak tidak sebanding dengan tingkat kebutuhan manusia akan bahan pakan asal ternak. Oleh karenanya mereka yakin ilmu pengetahuan dan teknologi baru yang ditemukan akan membawa perubahan hasil. Teknologi dalam bidang peternakan yang sudah ada antara lain Inseminasi Buatan (IB) baik pada ternak ruminansia atau unggas, teknologi pakan (silase, fermentasi, permen sapi), laser akupunctur, kawin silang, transfer embrio dan masih banyak paket teknologi yang telah ditemukan dan belum diterapkan.
Pemikiran lama, mungkin dari kita pernah mendengar perkataan “Ala mas, dengan cara beternak seperti ini saja ternak sudah bisa berproduksi kok” atau “ngapain repot-repot dengan sesuatu yang hasilnya belum jelas”. Sebuah pemikiran klasik yang masih menancap dalam sebagian masyarakat peternak kita yang kadang sulit untuk mengubahnya. Makanya tak heran kalau disebagian sentra peternakan kita dapati cara beternak yang sangat tidak layak padahal daerah tersebut menjadi contoh daerah lain.
Peran dinas atau instansi terkait, Ilmu pengetahuan seperti cara beternak yang benar tidak akan sampai kepada masyarakat lapisan bawah kalau tidak ada peran lembaga atau dinas terkait. Oleh karenanya tidak akan berguna sama sekali ilmu pengetahuan dan teknologi kalau peran dari dinas kurang berfungsi . Masyarakat dapat menerima ilptek baru bisa melalui bimbingan dari dinas terkait atau belajar secara sendiri. Sebagai contoh orang yang belajar kawin suntik pada unggas dia berhasil mengawinsilangkan itik dengan enthok dan hasilnya bisa kita lihat sekarang. Banyak orang yang memburu tiktok akan tetapi produk tidak ada. Kalau hal ini kita sosialisaikan maka akan banyak orang bisa mengambil manfaat dari hal tersebut
Mahalnya biaya pelatihan, sangat wajar kalau mengikuti pelatihan atau untuk memperoleh ilmu baru membutuhkan biaya yang kadang cukup mahal karena untuk melakukan penelitian sehingga diperoleh ilmu atau temuan baru juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tetapi anehnya, masyarakat kita kalau disuguhi dengan yang gratis mereka menyangsikan akan kebenaran ilmu tersebut. Sebagai contoh kami pernah membuka training gratis secara on-line masalah peternakan, tetapi hasilnya sangat mengecewakan kami. Peserta tidak lebih dari 10 orang per petemuan dan semakin berkurang sampai akhirnya kami pun menutup training tersebut sekitar 2-3 bulan kemudian. Mungkin yang diinginkan masyarakat kita adalah kita datang ke tempat mereka, tidak di bayar, di ajari sampai bisa dan kalau berhasil kita dilupakan. Mengapa tidak ada kesadaran dari masyarakat peternak bahwa mereka butuh teknologi dan ilmu baru dalam beternak? Mengapa Dinas terkait yang mesti  keluyuran ke desa-desa dengan program Sarjana Membangun Desa (SMB) dan penyuluh lapangan atau Tenaga Lepas Harian (TLH) nya? Bisa disimpulkan bahwa masyarakat kita adalah masyarakat yang malas dan lambat dalam mengadopsi teknologi.
Mungkin itu adalah sekilas sebagian gambaran atau potret peternakan yang ada disekitar kita. Maka apakah yang menghalangi kita untuk berubah kepada yang lebih baik? Apakah yang menghalangi kita untuk mencoba cara beternak model baru yang lebih modern? Apakah yang menghalangi kita untuk menerapkan teknologi yang berkembang untuk kemajuan ternak dan usaha kita? Renungkan wahai peternak dan mari berbenah secara bersama-sama!!!
Anda dapat mencopy isi artikel ini sebagian atau seluruhnya dengan menyebutkan sumbernya : www.sentralternak.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar